TANJUNG - Sepanjang 2014, kasus minuman keras (Miras) menjadi salah satu kasus menonjol yang menghiasi media. Jatuhnya 109 korban jiwa, 10 orang diantara tewas dalam pesta Miras warga Ciguling Tanjung Sari dan Talun Kidul, Sumedang Selatan pada 30 November 2014 menjadi catatan kelam di negeri ini. Itu belum termasuk temuan ribuan botol miras yang dimusnakan kepolisian daerah setempat. Semakin sulit diberantas, ironis banyu (air) syetan ini justrudilegalkan.
Ketua DPD II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Ustadz Gusti Orrin mengaku prihatin. Hal itu ia sampaikan di depan tokoh dan ulama Tabalong saat menjadi narasumber Halaqoh Islam dan Peradaban (HIP) Refleksi 2014 di Gedung MUI Kabupaten Tabalong, Kamis (1/1/2015).
Menurutnya, peredaran Miras bukan hanya terjadi di daerah lain, namun juga terjadi di daerah kaya akan tambang batu bara Tabalong. "Sekarang Miras sudah dilegalkan oleh pemerintah, setiap kali rapat untuk membahas Miras arahnya tidak untuk menghapuskan Miras, tapi untuk melegalkannya," ujarnya kepada banuasyariah.com.
Padahal terangnya, pembahasan Miras ini dilakukan para tokoh masyarakat atas permintaan pemerintah. Tapi pembahasan ini diarahkan untuk melegalkan. Meski ujungnya akan mengeluarkan banyak catatan terkait pengawasan penggunanya. “Kalau masih pakai sistem demokrasi, yang mengawasi saja perlu diawasi juga. Ini masalahnya," ujarnya.
Agar hal ini menjadi perhatian semua pihak, rencananya HTI Tabalong akan menemui Bupati Tabalong H Anang Syakhfiani untuk membahasnya. Supaya peredaran Miras bisa dimusnahkan dalam bentuk aturan pemerintah. Tapi yang lebih penting meminta diterapkannya syariah Islam sebagaimana visi dan misi agamis yang dicetuskan bupati baru tersebut.
Perhatian HTI Tabalong akan Miras bukan hanya dari sisi keharaman banyu syetan tersebut, namun juga bahaya pemicu tindak kejahatan lainnya. Data resmi pemerintah Inggris (tahun 2006) seperti dilansir www.homeoffice.gov.uk menyebutkan bahwa hampir separuh kejahatan dengan kekerasan di negara tersebut diakibatkan oleh pengaruh minuman beralkohol. Lebih dari satu juta pelaku agresi kejahatan yang terdata dipercaya berada dalam pengaruh alkohol.
Ketua DPD II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Ustadz Gusti Orrin mengaku prihatin. Hal itu ia sampaikan di depan tokoh dan ulama Tabalong saat menjadi narasumber Halaqoh Islam dan Peradaban (HIP) Refleksi 2014 di Gedung MUI Kabupaten Tabalong, Kamis (1/1/2015).
Menurutnya, peredaran Miras bukan hanya terjadi di daerah lain, namun juga terjadi di daerah kaya akan tambang batu bara Tabalong. "Sekarang Miras sudah dilegalkan oleh pemerintah, setiap kali rapat untuk membahas Miras arahnya tidak untuk menghapuskan Miras, tapi untuk melegalkannya," ujarnya kepada banuasyariah.com.
Padahal terangnya, pembahasan Miras ini dilakukan para tokoh masyarakat atas permintaan pemerintah. Tapi pembahasan ini diarahkan untuk melegalkan. Meski ujungnya akan mengeluarkan banyak catatan terkait pengawasan penggunanya. “Kalau masih pakai sistem demokrasi, yang mengawasi saja perlu diawasi juga. Ini masalahnya," ujarnya.
Agar hal ini menjadi perhatian semua pihak, rencananya HTI Tabalong akan menemui Bupati Tabalong H Anang Syakhfiani untuk membahasnya. Supaya peredaran Miras bisa dimusnahkan dalam bentuk aturan pemerintah. Tapi yang lebih penting meminta diterapkannya syariah Islam sebagaimana visi dan misi agamis yang dicetuskan bupati baru tersebut.
Perhatian HTI Tabalong akan Miras bukan hanya dari sisi keharaman banyu syetan tersebut, namun juga bahaya pemicu tindak kejahatan lainnya. Data resmi pemerintah Inggris (tahun 2006) seperti dilansir www.homeoffice.gov.uk menyebutkan bahwa hampir separuh kejahatan dengan kekerasan di negara tersebut diakibatkan oleh pengaruh minuman beralkohol. Lebih dari satu juta pelaku agresi kejahatan yang terdata dipercaya berada dalam pengaruh alkohol.
Bicara Data
Dilansir, www.marineinstitute.org kerugian ekononomi akibat minuman beralkohol sangat luar biasa besarnya. Sebagai contoh di Amerika Serikat biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan dampak negatif minuman beralkohol di negara tersebut mencapai 176 milyar USD (sekitar Rp1.600 triliun) setiap tahun.
Lebih parah lagi, korban Miras ini bukan hanya orang dewasa, namun juga remaja. Dilansir kawankumag.com, sebagian besar pengguna alkohol adalah remaja yang terbagi dalam golongan umur. Dari data survey, pengguna alkohol remaja mulai dari usia 14-16 tahun (47,7%) , 17-20 tahun (51,1%), dan 21-24 tahun (31%). Sedangkan data dinas penelitian dan pengembangan (DISLITBANG) POLRI, menemukan pelajar SMP, SMA dan mahasiswa menduduki jumlah tertinggi penggunaan narkoba dan minuman keras. Yaitu sebanyak 70% pengguna.
WHO sendiri mencatat tahun 2002, 91 juta penduduk dunia menggunakan alkohol. Dan 41% diantaranya adalah remaja. WHO juga mengeluarkan data bahwa kematian akibat alkohol tahun 2009 sebanyak 775 ribu jiwa. Dengan kasus terbanyak dialami oleh remaja dibawah 25 tahun.
Sekalipun tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa 100 persen bebas minuman beralkohol, namun data statistik WHO menunjukan bahwa konsumsi perkapita minuman beralkohol di negara-negara berpenduduk muslim jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lainnya.
Sebagian besar negara-negara berpenduduk muslim menkonsumsi minuman alkohol kurang dari 0.5 liter alkohol perkapita per tahun. Coba bandingkan dengan penduduk negara-negara Eropa yang mengkonsumsi lebih dari 10 liter alkohol perkapita per tahun.
Persentasi penduduk yang tidak peminum alkohol di negara-negara muslim juga jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia. Sebagai contoh, jumlah penduduk yang tidak peminum alkohol di Mesir, Indonesia, Pakistan, Saudi Arabia dan Syiria mencapai lebih dari 90 persen. Sebaliknya, jumlah penduduk yang bukan peminum alkohol di Denmark, Norwegia, Jerman dan Luxemburg hanya kurang dari 6 persen.
Ini artinya ada korelasi positif antara ajaran Islam dengan rendahnya tingkat konsumsi minuman beralkohol di negara-negara berpenduduk muslim. Karena itulah, disisi lain Negara-negara dengan penduduk Muslim terbesar ini menjadi target pasar yang dianggap belum tergarap produsen banyu syetan ini. Disamping motif utama ideologis yakni merusak kaum muslimin dan menjauhkannya dari Islam. [*]
Dilansir, www.marineinstitute.org kerugian ekononomi akibat minuman beralkohol sangat luar biasa besarnya. Sebagai contoh di Amerika Serikat biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan dampak negatif minuman beralkohol di negara tersebut mencapai 176 milyar USD (sekitar Rp1.600 triliun) setiap tahun.
Lebih parah lagi, korban Miras ini bukan hanya orang dewasa, namun juga remaja. Dilansir kawankumag.com, sebagian besar pengguna alkohol adalah remaja yang terbagi dalam golongan umur. Dari data survey, pengguna alkohol remaja mulai dari usia 14-16 tahun (47,7%) , 17-20 tahun (51,1%), dan 21-24 tahun (31%). Sedangkan data dinas penelitian dan pengembangan (DISLITBANG) POLRI, menemukan pelajar SMP, SMA dan mahasiswa menduduki jumlah tertinggi penggunaan narkoba dan minuman keras. Yaitu sebanyak 70% pengguna.
WHO sendiri mencatat tahun 2002, 91 juta penduduk dunia menggunakan alkohol. Dan 41% diantaranya adalah remaja. WHO juga mengeluarkan data bahwa kematian akibat alkohol tahun 2009 sebanyak 775 ribu jiwa. Dengan kasus terbanyak dialami oleh remaja dibawah 25 tahun.
Sekalipun tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa 100 persen bebas minuman beralkohol, namun data statistik WHO menunjukan bahwa konsumsi perkapita minuman beralkohol di negara-negara berpenduduk muslim jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lainnya.
Sebagian besar negara-negara berpenduduk muslim menkonsumsi minuman alkohol kurang dari 0.5 liter alkohol perkapita per tahun. Coba bandingkan dengan penduduk negara-negara Eropa yang mengkonsumsi lebih dari 10 liter alkohol perkapita per tahun.
Persentasi penduduk yang tidak peminum alkohol di negara-negara muslim juga jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia. Sebagai contoh, jumlah penduduk yang tidak peminum alkohol di Mesir, Indonesia, Pakistan, Saudi Arabia dan Syiria mencapai lebih dari 90 persen. Sebaliknya, jumlah penduduk yang bukan peminum alkohol di Denmark, Norwegia, Jerman dan Luxemburg hanya kurang dari 6 persen.
Ini artinya ada korelasi positif antara ajaran Islam dengan rendahnya tingkat konsumsi minuman beralkohol di negara-negara berpenduduk muslim. Karena itulah, disisi lain Negara-negara dengan penduduk Muslim terbesar ini menjadi target pasar yang dianggap belum tergarap produsen banyu syetan ini. Disamping motif utama ideologis yakni merusak kaum muslimin dan menjauhkannya dari Islam. [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar