Link Artikel: http://irfanabunaveed.com/2014/02/17/renungan-bagi-orang-orang-yang-berdebat-yang-mau-mengambil-pelajaran/
Berangkat dari keprihatinan atas banyaknya perdebatan tidak syar'i di dunia maya -khususnya-, saya sampaikan nasihat ini untuk diri sendiri dan bagi anda yang mau mengambil pelajaran... Bukankah Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
(QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 55)Dimana ayat setelahnya (yakni surat Adz-Dzaariyaat [51]: 56), Allah mengingatkan kita bahwa Dia menciptakan kita semua untuk beribadah kepada-Nya.
Ini nasihat untuk saya dan kita semua... Anda mengklaim sebagai simpatisan atau kader dari gerakan islam manapun, -... Selama anda mengaku muslim, maka renungkan ini:
Anda Berdebat Untuk Apa?
Sebenarnya anda berdebat untuk siapa dan karena apa?
Apakah untuk mencari sensasi? Atau agar dianggap sebagai orang 'alim demi meraih kedudukan di hadapan manusia? Wal 'iyaadzu billaah, itu semua berasal dari hawa nafsu... Jelas bukan karena Allah dan Rasul-Nya... Bukan demi meninggikan kalimat Allah...
Jika anda berdebat demi menegakkan kebenaran, sudah semestinya anda berdebat dengan cara yang benar... berkata-kata yang syar'i atau diamlah... Tidak menantang-nantang, mengolok-olok, mengkritik pedas atas diamnya lawan diskusi.. Apakah ia lupa sabda Rasulullah -shallallaahu 'alayhi wa sallam-:
قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.”
Lantas seorang laki-laki bertanya: “Sesungguhnya seorang pria itu senang jika baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?”
Beliau -shallallaahu 'alayhi wa sallam- menjawab:
إِنَّ اللهُ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan, kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Diamnya Lawan Diskusi Tak Menjadi Dalil Atas Ketidaktahuannya
Ingatlah bahwa diamnya lawan diskusi tak menjadi dalil atas ketidaktahuannya... Seorang mukmin, terlebih bagi ia yang 'alim yang menjaga lisannya, sangat memerhatikan lisannya sebelum berbicara... Termasuk kehati-hatian dalam berbicara tentang Islam, berfatwa dan faidah di balik perkataannya itu apakah berujung surga atau siksa neraka...
Al-Hafizh Al-Imam Al-Nawawi meriwayatkan:
مالك أيضاً: أنه ربما كان يُسأل عن خمسين مسألة فلا يجيب في واحدة منها، وكان يقول: “من أجاب في مسألة فينبغي قبل الجواب أن يعرض نفسه على الجنة والنار وكيف خلاصه ثم يجيب”
“Dari Imam Malik pula bahwa ia pernah ditanya sekitar lima puluh pertanyaan dan ia tidak mampu menjawab salah satu dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dan Imam Malik berkata: “Barangsiapa hendak menjawab suatu permasalahan maka sebelum menjawab, sudah semestinya ia memalingkan dirinya mengingat surga dan neraka dan bagaimana kesudahannya kemudian jawablah.”
Dan sesungguhnya kita diajari Islam adab berdebat... Siapa lawan diskusi yang sudah semestinya dihadapi atau tidak, itu sudah jelas adanya... Apakah seorang muslim yang menjaga lisannya, memuliakan ilmu dan adab-adab Islam, menghargai waktu akan menghabiskan waktunya untuk mendebat orang-orang pandir yang gemar merendahkan ahlul 'ilm (ulama)? Atau dengan orang-orang yang menyepelekan ilmu dan adab tenggelam dalam gelapnya hawa nafsu? Semoga Allah menjauhkan kita semua dari sifat-sifat itu dan dari fitnah keburukan para pelakunya...
Adab-Adab Berdebat dalam Islam http://irfanabunaveed.com/2013/09/25/adab-adab-berdebat-dalam-islam-kajian-kitab-nafsiyyah-islamiyyah/
Berdebat dengan Ilmu & Adab
Jika anda berdebat demi memuliakan ilmu, sudah semestinya anda membekali diri dengan ilmu agar tak menimbulkan fitnah atas perdebatan yang tak dilandasi ilmu... Berfatwa serampangan.. menjustifikasi paham sesat atau pemahaman yang sebenarnya keliru dengan dalih-dalih yang diada-adakan... Seakan-akan ia lupa kecaman Rasulullaah -shallallaahu 'alayhi wa sallam-:
مَنْ أَفْتَى بِغَيْرِ عِلْمٍ لَعَنَتْهُ مَلاَئِكَةُ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Barangsiapa berfatwa tanpa ilmu, maka dilaknat oleh Malaikat langit dan bumi.” (HR. Ibn ‘Asaakir dari ‘Ali r.a, hadits ini sanadnya hasan ditakhrij pula oleh al-Hafizh al-Suyuthi dalam kitab al-Jaami’ al-Shaghiir)
Betapa berbahayanya kejahilan terhadap Islam. ‘Ali -radhiyallaahu 'anhu- berpesan:
لا عدوّ أعدى من الجهل،والمرء عدوّ ما جهل
“Tidak ada musuh yang paling aku musuhi dibandingkan kebodohan, dan seseorang harus memusuhi sesuatu yang membuat dirinya bodoh.” (Lihat: Al-Habib Al-Haddad, Risâlatul Mudzâkarah (ad-Da’wah at-Tâmmah wa at-Tadzkirah al-‘ Âmmah))
Imam Sahl -rahimahullaah- ditanya: “Apakah Anda tahu risiko yang lebih besar daripada sifat bodoh?” Beliau menjawab: “Ya, bodoh di dalam hal yang tak dimengerti.” (Ibid)
Al-Habib al-Haddad menuliskan dalam risalah-nya:
فصل: أمّا الجهل فهو أصل كلّ شرّ ومنشأ كلّ ضرر
Pasal: “Adapun kebodohan, maka hal itu merupakan sumber setiap kejelekan dan tempat berkembangnya setiap bahaya.” (Risâlatul Mudzâkarah (ad-Da’wah at-Tâmmah wa at-Tadzkirah al-‘ Âmmah))
Al-Habib al-Haddad pun menjelaskan: “Dan tercelanya suatu kebodohan itu telah diketahui dengan dalil naqli dan 'aqli, yang hampir-hampir takkan samar bagi siapapun. Orang yang jahil bisa terjerumus meninggalkan berbagai keta’atan dan melakukan berbagai kemaksiatan, diinginkan atau tidak... Dan ia tak bisa keluar dari kegelapan kejahilan kecuali dengan cahaya ilmu.”
Syaikh Ali bin Abi Bakr dalam sya’irnya berujar:
الجهل نار لدين المرءيحرقه # والعلم ماء لتلك النّار يطفيها
“Kebodohan adalah api bagi agama seseorang yang membakarnya # Sedangkan ilmu adalah air untuk api itu, yang bisa memadamkannya.” (Ibid.)
Syaikh ‘Abd al-‘Azhim -rahimahullaah- berkata: “Kebodohan dalam hal agama ini bisa berdampak menutupi pintu keilmuan secara keseluruhan.”
Syaikh ‘Abd al-Qadir Jaylaniy -rahimahullaah- menegaskan: “Hancurnya agama anda karena 4 hal: tidak mengamalkan apa yang diketahui, anda mengamalkan apa yang tidak anda ketahui, anda tidak mencari tahu apa yang tidak anda ketahui, anda menolak orang yang mengajari anda apa yang tidak anda ketahui.”(Lihat: Fath al-Rabbani wa Faydh al-Rahmâni.)
Hati-Hati Berfatwa Tanpa Ilmu: http://irfanabunaveed.com/2013/05/14/hati-hati-berfatwa-tanpa-ilmu/
Jika anda berdebat mengatasnamakan Islam, sudah semestinya anda berdebat dengan cara Islam... Apakah tak malu lisan anda dihiasi kata-kata tercela yang dicela Allah dan Rasul-Nya... Anda mengatakan membela Islam namun Al-Islam sebelumnya mengoreksi lisan anda... Jangan terpancing lisan-lisan tercela yang menunjukkan aibnya sendiri... Ia yang membuka aib dirinya sendiri tanpa diminta.. Jika anda mencela dan memfitnahnya balik, itu sudah cukup menunjukkan anda pada kubangan yang sama... Anda takkan terhina dengan celaan orang-orang yang lisannya tercela, selama Allah mengangkat derajat Anda dengan ilmu dan adab...
Abu Zakaria al-Anbari berkata:
"Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar. Adab tanpa ilmu bagaikan ruh tanpa jasad." (Imam as-Sam’ani, Adab al-Imla’ wa al-Istimla’; al-Khathib al-Baghdadi, Kitab al-Jami’, juz I, hal 17).
Maka, ilmu dan adab harus menyatu dalam diri Muslim, dan semestinya semakin berilmu, harus semakin beradab.
Nasihat Atas Perdebatan Tidak Syar'i: http://irfanabunaveed.com/2013/09/21/nasihat-atas-perdebatan-yang-tidak-syari-saling-mengolok-olok/
Keburukan Lawan Diskusi Mengolok-Olok Anda Tak Menjadi Pembenaran Untuk Melakukan Hal yang Serupa
Dan ingatlah! Ketika anda berasumsi bahwa orang/pihak lain mencela, dan memfitnah, kesalahan itu takkan pernah bisa jadi dalih pembenaran untuk anda melakukan hal yang serupa pada mereka... (sayangnya hal ini seringkali jadi alasan sebagian oknum fb untuk mencela pihak lain, ketika saya menasihati diri dan mereka untuk berdebat dengan lisan yang terjaga).. Kalau memang anda muslim dan berdebat demi Islam... Ketika melihat pihak lain keliru, sudah semestinya anda luruskan, nasihati dengan hujjah argumentatif... Jika anda melakukan hal yang sama, sama saja anda mencela diri sendiri dan membuka aib sendiri, termasuk golongan yang tercela -wal 'iyaadzu billaah-:
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Padahal kaum muslimin itu diibaratkan bagaikan satu tubuh. Dan Allah telah mensifati orang-orang mukmin dengan persaudaraan, dimana ayat tersebut termaktub sebelum QS. al-Hujuraat ayat 11 (tentang larangan mengolok-olok orang beriman).
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itubersaudara, maka damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itudan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al-Hujuraat [49]:10)
Ingat dengan pesan Rasulullaah -shallallaahu 'alayhi wa sallam-? Beliau bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim ituadalah seseorang yang kaum muslimun selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhari & Abu Dawud)
الله المستعان...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar